Minggu, 16 Oktober 2011

Tugas Manajemen Mutu

Kelompok:

Tri Nugroho Kusumo (2244.08.112)

Raden Rakean (2244.08.127)

Muzakif Satria (2244.08.115)


Konsep Dasar Manajemen Mutu

Manajemen mutu merupakan sebuah filsafat dan budaya organisasi yang menekankan kepada upaya menciptakan mutu yang konstan melalui setiap aspek dalam kegiatan organisasi. Manajemen mutu membutuhkan pemahaman mengenai sifat mutu dan sifat sistem mutu serta komitmen manajemen untuk bekerja dalm berbagai cara. Manajemen mutu sangat memerlukan figure pemimpin yang mampu memotivasi agar seluruh anggota dalam organisai dapat memberikan konstribusi semaksimal mungkin kepada organisasi. Hal tersebut dapat dibangkitkan melalui pemahaman dan penjiwaan secara sadar bahwa mutu suatu produk atau jasa tidak hanya menjadi tanggung jawab pimpinan, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh anggota dalam organisasi.

Pengertian Mutu

Dugaan dan penafsiran yang sering timbul bahwa "mutu" diartikan sebagai sesuatu yang :

- Unggul dan bermutu tinggi

- Mahal harganya

- Kelas, tingkat atau bernilai tinggi

Dugaan dan penafsiran tersebut di atas kurang tepat untuk dijadikan dasar dalam menganalisa dan menilai mutu suatu produk atau pelayanan. Tidak jauh berbeda dengan kebiasan mendefinisikan "mutu" dengan cara membandingkan satu produk dengan produklainnya. Misalnya jam tangan Seiko lebih baik dari jam tangan Alba.

Kedua pengertian mutu tersebut pada dasarnya mengartikan tingkat keseragaman yang dapat diramalkan dan diandalkan, disesuaikan dengan kebutuhan serta dapat diterima oleh pelanggan (custumer).

Secara singkat mutu dapat diartikan: kesesuaian penggunaan atau kesesuaian tujuan atau kepuasan pelanggan atau pemenuhan terhadap persyaratan.

Mutu Harus Berfokus pada Kebutuhan Pelanggan

Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dalam manajemen mutu, pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu:

- Pelanggan internal (di dalam organisasi)

- Pelanggan eksternak (di luar organisasi)

Pada pengertian manajemen tradisional, yang dimaksud pelanggan adalah pelanggan eksternal (di luar organisasi). Mengapa pelanggan internal menjadi perhatian manajemen mutu? Jawabnya, adalah apabila pribadi yang ada di dalam organisasi tersebut dilayani dengan baik, otomatis mereka akan melayani pelanggan eksternal secara baik pula.

Organisasi dikatakan bermutu apabila kebutuhan pelanggan bisa dipenuhi dengan baik. Dalam arti bahwa pelanggan internal, missal guru, selalu mendapat pelayanan yang memuaskan dari petugas TU, Kepala Sekolah selalu puas terhadap hasil kerja guru dan guru selalu menanggapi keinginan siswa.

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN MUTU

Manajemen mutu adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu. Pencapaian mutu yang diinginkan memerlukan kesepakatan dan partisipasi seluruh anggota organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen mutu ada pada pimpinan puncak. Untuk melaksanakan manajemen mutu dengan baik dan menuju keberhasilan, diperlukan prinsip-prinsip dasar yang kuat. Prinsip dasar manajemen mutu terdiri dari 8 butir, sebagai berikut:

1. Setiap orang memiliki pelanggan

2. Setiap orang bekerja dalam sebuah sistem

3. Semua sistem menunjukkan variasi

4. Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi

5. Peningkatan mutu harus dilakukan sesuai perencanaan

6. Peningkatan mutu harus menjadi pandangan hidup

7. Manajemen berdasarkan fakta dan data

8. Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil out put

STANDAR NILAI RATA-RATA

Apa Standar Nilai Rata-rata?
Sebuah disepakati nilai transaksi dalam suatu media negara pertukaran, seperti dolar atau peso. Sebuah standar nilai memungkinkan semua pedagang dan entitas ekonomi untuk menetapkan harga seragam untuk barang dan jasa. Standar ini diperlukan untuk menjaga ekonomi yang stabil.

Kepuasan Pelanggan – Pengertian Umum
Menurut Susan Fournier dan David Glen Mick, kepuasan pelanggan, digambarkan, sebagai suatu proses yang dinamis, dapat berubah karena berkaitan dengan dimensi sosial yang kuat. Dimensi kepuasan mengandung komponen makna dan emosi yang integral. Proses kepuasan pelanggan itu sendiri saling berhubungan antara berbagai paradigma, model dengan mode tetapi selalu berkaitan dengan kepuasan hidup dan kualitas hidup itu sendiri.

Pada intinya kepuasan pelanggan adalah response atau tanggapan yang diberikan oleh pelanggan (customer) atas terpenuhinya kebutuhan, sehingga memperoleh rasa senang atau nyaman.Dengan pengertian itu, maka penilaian terhadap suatu bentuk keistimewaan/ kelebihan dari suatu barang/jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, dapat memberikan suatu tingkat kenyamanan yang berhubungan dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang sesuai (meet expectation) atau melebihi harapan (excellent) pelanggan.

Skope Kepuasan Pelanggan
Berhubung dalam kenyataannya kepuasan pelanggan sangat bervariasi dan temporer, artinya kepuasan pada satu situasi tidak menjamin kepuasan pada situasi yang lain. Maka skope kepuasan pelanggan ini menjadi agak luas, tergantung pada target (yang berubah-ubah) dalam pemenuhan kebutuhan yang diukurkan oleh pelanggan pada setiap transaksi dengan suatu produsen/perusahaan.

Dapat dikatakan bahwa kepuasan pelanggan bergantung kepada kualitas produk atau layanan dan bagaimana produk atau layanan tersebut dapat memenuhi atau sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Bagaimana mengetahui kecocokan produk atau layanan ini dengan kebutuhan pelanggan ? Beberapa faktor yang dapat diidentifikasikan sebagai penentu kepuasan pelanggan berdasarkan penelitian para pengamat perilaku konsumen adalah :
1. Pelayanan yang memiliki nilai tambah
2. Disain, kemasan atau tampilan dari produk atau jasa
3. Aspek bisnis yang dapat ditimbulkan
4. Aspek emosional pelanggan

Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Pelanggan
Produk dengan kualitas yang prima apabila disampaikan kepada pelanggan dengan cara yang tidak simpatik, dapat mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan. Agar layanan dapat memuaskan pelanggan baik pribadi maupun kelompok (institusi) maka selain kualitas produk atau jasa yang dihasilkan, juga harus memenuhi 4 persyaratan pokok :
-tingkah laku yang sopan dari semua pihak yang berhubungan langsung dengan pelanggan termasuk keramahtamahan
-cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan.
-ketepatan waktu penyampaian
-faktor pendukung lainya seperti peraturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan, keterampilan petugas, dan faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.

Bagaimana mengukurnya ? Ada beberapa metode yang dapat dilakukan, salah satu metoda yang popular adalah RATER yang merupakan kependekan dari Reliability (faktor keandalan), Assurance (faktor keyakinan). Tangible (faktor yang berkaitan dengan hal yang berujut), Emphaty (faktor empati atau kepedulian terhadap pelanggan) dan Responsiveness (faktor ketanggapan). Mengenai pengukuran ini akan dibahas dalam tulisan tersendiri.

Faktor-faktor yang Menimbulkan KetidakpuasanPelanggan.
Perlu juga kita mengenali tidak hanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan tetapi juga sebaliknya yang dapat menimbulkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pelanggan dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya karyawan yang tidak sopan, keterlambatan, kesalahan pencatatan transaksi. Sebaliknya, faktor eksternal yang di luar kendali perusahaan, seperti cuaca, gangguan pada infrastruktur umum, aktivitas kriminal, dan masalah pribadi pelanggan.

Selanjutnya beberapa kemungkinan response pelanggan terhadap terjadinya hal-hal yang tidak memuaskan adalah : (1) tidak melakukan apa-apa, pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi; (2) akan melakukan komplain langsung kepada perusahaan sehingga perusahaan menyadari dan ada peluang memperbaiki, atau (3) tidak melakukan komplain langsung kepada perusahaan tetapi membicarakan kekesalannya kepada orang lain atau bahkan media cetak maupun internet. Semuanya memiliki konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan, sehingga harus benar-benar dilakukan tindakan preventive agar hal ini tidak terjadi atau kalaupun terjadi dapat segera ditangani dengan baik.

ISO 9001: 2008 – Sistem Manajemen Mutu (COQ-01)

A . SEJARAH

Pada tahun 1987 Committee of the International Organization for Standardization (IOS) yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, mengeluarkan Standard Mutu International. Standard ini adalah ISO 9000 series yang termasuk di dalamnya adalah ISO 9001, 9002, 9003 dan 9004. Standard ini kemudian direvisi pada tahun 1994 dan setelah 6 tahun direvisi kembali menjadi IS0 9001 versi 2008

ISO 9001:2008 adalah Standard Sistem Manajemen Mutu yang telah mendapat pengakuan dari banyak negara di dunia seperti: semua negara Uni Eropa, Amerika, Jepang, Australia, ASEAN, dan di lebih 100 negara.

B. PENGERTIAN ISO 9001:2008

ISO 9001:2008 adalah Sistem Manajemen Mutu, yaitu :

Sistem Manajemen untuk mengarahkan dan mengontrol organisasi berkaitan dengan mutu .

• DEFINISI MODERN TENTANG MUTU

1.Sesuai dengan persyaratan -Conformance to requirements

2. Sesuai dengan pemakaian -Fitness for use

3. Kepuasan pelanggan -User satisfaction

• DEFINISI MUTU MENURUT ISO 9000:2008

Mutu (Quality) adalah :

Derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan

(Degree to which a set of inherent characteristics fulfils requirements)

Jadi dapat dikatakan bahwa mutu itu bukan hanya berhubungan dengan mutu produk saja, tetapi juga dengan persyaratan lain seperti: Ketepatan pengiriman , biaya yang rendah, pelayanan yang memuaskan pelanggan dan bisa dipenuhinya peraturan pemerintah yang berhubungan dengan produk yang dipasarkan.

• MENGAPA PERLU ISO 9001:2008

• KENDALA-KENDALA PERUSAHAAN

Perusahaan sering dihadapkan pada permasalahan yang berulang sehingga akhirnya menyebabkan tingginya biaya dan ketidakpuasan pelanggan. Kalau digolongkan permasalahan itu diakibatkan beberapa faktor , yaitu :

1. KARYAWAN

a. Keluar masuknya karyawan begitu tinggi

b. Tidak jelasnya pembagian tugas dan wewenang

c. Tingkat produktivitas karyawan yang begitu rendah

2. MATERIAL DAN PRODUK JADI

a.Tingginya tingkat kerusakan pada produk jadi (reject) dan tidak dipenuhinya spesifikasi pelanggan.

b.Tingginya produk yang rusak dalam proses sehingga harus dikerjakan kembali (rework)

c.Bahan baku yang tidak memenuhi standard

d.Sisa bahan produksi (scrap) yang begitu tinggi

3. MESIN DAN PERALATAN

a.Kerusakan pada mesin dan peralatan yang begitu sering

b.Tidak tersedianya sparepart sewaktu mesin rusak sehingga terganggunya kegiatan produksi

c.Tidak adanya program perawatan (maintenance) untuk mesin dan peralatan sehingga umur mesin menjadi semakin singkat

4. METODE KERJA

• Tidak jelasnya urutan proses kerja sehingga banyak proses yang tidak efektif

• Standard dan parameter yang digunakan kurang tepat dan tidak memenuhi keinginan pelanggan

• Metode kerja yang diterapkan kurang memadai untuk menunjang proses poduksi sehingga dihasilkan produk yang tidak bermutu dan tidak tercapainya target produksi yang diinginkan.

5. MARKETING

• Tingginya tingkat komplain dari pelanggan dan lamanya respon terhadap komplain tersebut.

• Waktu penyerahan dan pengiriman barang yang tidak tepat waktu

• Kurang percayanya calon pelanggan terhadap kualitas produk dan kualitas manajemen di perusahaan.

Dengan melihat kendala – kendala tersebut banyak perusahaan mulai mencari alternatif apa yang perlu dilakukan agar perusahaan dapat meningkatkan performancenya. Untuk ini salah satu alternatifnya adalah dengan menerapkan ISO 9001:2008

B. MANFAAT PENERAPAN ISO 9000

• Menghadapi era perdagangan bebas (AFTA) 2003, perusahaan sebaiknya sudah menerapkan System Manajemen Mutu agar membantu perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui penyediaan jaminan mutu yang lebih baik.

• Nilai kompetisi dan image perusahaan semakin meningkat dengan sertifikasi ISO 9001:2008

• Penerapan ISO 9001:2008 akan meningkatkan produktivitas, efisiensi, efektifitas operasional dan mengurangi biaya yang ditimbulkan barang cacat (reject) atau barang bermutu rendah dan limbah.

• Membuat sistem kerja dalam suatu perusahaan menjadi standar kerja yang terdokumentasi dan mempunyai aturan kerja yang baik sehingga memudahkan dalam pengendalian.

• Dapat berfungsi sebagai standar kerja untuk melatih karyawan yang baru

• Menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem manajemen mutu yang ditetapkan

• Akan memudahkan Top Management dalam pencapaian target karena sudah dipersiapkannya target yang terukur dan rencana pencapaiannya

• Meningkatkan semangat dan moral karyawan karena adanya adanya kejelasan tugas dan wewenang (Job Description) dan hubungan antar bagian yang terkait sehingga karyawan dapat bekerja dengan efisien dan efektif.

• Dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan Mutu dalam memenuhi permintaan pelanggan, baik internal maupun eksternal.

C. SURVEY ISO 9000

Pada table di bawah dapat dilihat hasil survei yang dilakukan Para International dengan Salford University Business Services Ltd atas 115 perusahaan besar yg menerapkan ISO 9000. Responden yang menjawab “Ya” terhadap beberapa manfaat penerapan ISO 9000 adalah sebagai berikut :

PERSENTASE

YA

Kontrol Pengelolaan Meningkat

83%

Kepuasan Pelanggan Meningkat

82%

Kelompok Kerja Termotivasi

61%

Peningkatan Peluang untuk menyelesaikan pekerjaan

62%

Produktivitas dan efisiensi meningkat

60%

Produk gagal dikurangi

60%

Peningkatan Efektivitas pemasaran

52%

Pengurangan Biaya

50%

Peningkatan Pangsa pasar

49%

• BAGAIMANA CARA MENERAPKAN ISO 9001:2008 DAN PROSES MENDAPATKAN SERTIFIKATNYA ?

(PERSYARATAN DALAM ISO 9001:2008)

1. DELAPAN PRINSIP MANAJEMEN MUTU

Sebagai dasar untuk menerapkan ISO 9001:2008 agar efektif dan efisien, sebaiknya perusahaan mengikuti 8 Prinsip Manajemen Mutu. Prinsip ini bukan harus diterapkan sekaligus, tetapi secara bertahap selagi perusahaan masih eksis dalam menjalankan bisnisnya.

Delapan Prinsip ini merupakan aturan-aturan dasar untuk memimpin dan melaksanakan suatu organisasi. (Fundamental rules for leading and operating an organization)

1. Customer Focus (Fokus kepada pelanggan)

2. Leadership (Kepemimpinan)

3. Involvement of People (Keterlibatan orang-orang / karyawan)

4. Process Approach (Pendekatan proses)

5. System Approach to Management (Pendekatan sistem untuk manajemen)

6. Continual Improvement (Perbaikan terus menerus)

7. Factual approach to decision making (Pendekatan faktual untuk pembuatan keputusan)

8. Mutually beneficial supplier relationships (Hubungan dengan pemasok saling menguntungkan)

Aim: to facilitate a successful management culture.

(Tujuan: memfasilitasi suatu budaya manajemen yang sukses)

2. BISNIS PROSES ISO 9001: 2008

Secara umum perusahaan harus membuat dahulu bisnis prosesnya berdasarkan persyaratan ISO 9001:2008. Gambaran Umum bisnis proses dapat dilihat pada diagram dibawah ini.

3. ELEMEN ISO 9001: 2008

Dalam penerapannya perusahaan akan mengikuti persyaratan yang tertuang dalam Standard International ISO 9001:2008 yang terdiri dari 5 Elemen Besar, yaitu :

ELEMEN : 4. SISTEM MANAJEMEN MUTU

4.1. Persyaratan Umum

4.2. Persyaratan Dokumentasi

5. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN

5.1. Komitmen Manajemen

5.2. Fokus terhadap Pelanggan

5.3. Kebijakan Mutu

5.4. Perencanaan

5.5. Tanggung Jawab, Wewenang dan Komunikasi

5.6. Tinjauan Manajemen

6. MANAJEMEN SUMBER DAYA

6.1. Penyediaan Sumber Daya

6.2. Sumber Daya Manusia

6.3. Prasarana

6.4. Lingkungan Kerja

7. REALISASI PRODUK

7.1. Perencanaan Realisasi Produk

7.2. Proses Berkaitan dengan Pelanggan

7.3. Design dan Pengembangan

7.4. Pembelian

7.5. Produksi dan Penyediaan Jasa

7.6. Pengendalian Alat Pemantauan dan Pengukuran

8. PENGUKURAN, ANALISA DAN PERBAIKAN

8.1. Umum

8.2. Pemantauan dan Pengukuran

8.3. Pengendalian Produk Tidak Sesuai

8.4. Analisa Data

8.5. Perbaikan

Zero Defect - Philips Crosby

Philips Crosby merupakan seorang tokoh manajemen mutu berkebangsaan Amerika yang mempromosikan ungkapan “zero defect” dan “right first time” untuk pertama kalinya pada awal tahun 1970.

Menurut Crosby mutu itu merupakan sesuatu yang gratis. Caranya adalah melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan segala sesuatunya dengan benar dari sejak awal, sehingga kesalahan, kegagalan, pemborosan, penundaan waktu, serta semua hal yang tidak bermutu lainnya dapat dihilangkan. Dengan adanya kemauan dari institusi, maka hal-hal tersebut merupakan hal dapat diwujudkan. Ide seperti itulah yang menjadi dasar pemikiran
“tanpa cacat” atau yang sering kali kita dengan dengan istilah “zero defect”.

Zero defect merupakan kontribusi pemikiran Crosby yang kontroversial mengenai mutu. Ide ini melibatkan penempatan sistem pada sebuah wilayah yang memastikan bahwa segala sesuatuya dikerjakan dengan benar dari sejak awal. Dalam konteks bisnis, Crosby berpendapat bahwa zero defect akan meningkatkan keuntungan dan penghematan biaya. Seperti “quality gurus” lainnya, Crosby telah berusaha keras menekankan bahwa “zero defect” merupakan sebuah hal yang mungkin untuk diwujudkan, walaupun memang sangat sulit.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjq3MCzp89xwMN2T2HOAg42huYMstYgUjbXFolgXFXEtpqMhFvAAZYM8AC2LiJ21QgLiu_mIFe2QaH6j0Z9GDvryv0ForyrAekXwaYFYmK-2agur1kdUeSmVCVvEiIazwinXE3NYwOXE7Ic/s320/screwupcolor.gifZero defect tidak mengartikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi, namun bertujuan untuk menekan dan meminimalkan jumlah cacat maupun kesalahan yang terjadi dalam
sebuah proses, dan melakukan segala sesuatunya dengan benar dari sejak awal. Tujuan utamanya adalah untuk menekan tingkat kecacatan
sampai dengan nol.

Setelah diterapkan di bidang dirgantara dan pertahanan, 30 tahun kemudian zero defects digunakan di dunia otomotif. Selama tahun 1990-an, perusahan besar otomotif mencoba memotong biaya produksi dengan mengurangi proses pemeriksaan dan meminta pemasok
untuk meningkatkan mutu dari barang pasokannya. Manfaat akhir dari semua itu adalah Zero Defects dan metode tersebut telah
diterapkan di seluruh dunia.”

Philip Crosby meyakini bahwa manajemen memegang peranan penting dalam pengendalian mutu, yaitu dengen berperan sebagai sebagai penanggung jawab utama dan para pekerja hanyalah mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh manager mereka. Apabila terdapat kualitas produk yang jelek, maka para manajer-lah yang harus bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi terhadap produk tersebut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1clP9BR8TVlCtC_w4vJwkpjTcwm5dXXIJy3QEVB7yDRcxtVPGdadM6JM9IXgMD5kajkcSSytiWQuaF5UsKjzZXPmIUy627Z-jzJoJAPuw32TgmaZLo1jLxYMoSKaUKTm5h2Y4GkvqvmZr/s400/quality_structure.jpg
Crosby menggambarkan empat hal yang mutlak pada manajemen mutu yang lebih dikenal dengan The Four Absolutes of Quality Management
yang antara lain menekankan:
1. Mutu digambarkan sebagai kesesuaian dengan persyaratan,
bukan sebagai “kebaikan” atau “kerapihan”
Kesepakatan akan kebutuhan-kebutuhan ini berada diantara segala sesuatu yang terlibat dalam proses. Ini merupakan sebuah bagian penting dalam mempertahankan sebuah kualitas jasa. Ketika kebutuhankebutuhan
tersebut telah ditentukan secara jelas, proses untuk memeriksa apakah segala sesuatunya telah terpenuhi akan menjadi mungkin.
2. Sistem yang menghasilkan mutu adalah “pencegahan”, bukan “pemeriksaan”
Gagasan yang diberikan Crosby adalah dengan melakukan tindakan pencegahan, yaitu melakukan segala sesuatu dengan benar dan berkelanjutan dari sejak awal. Dengan demikian maka kesalahan,
kegagalan, pemborosan, dan pemborosan waktu serta semua hal yang tidak bermutu lainnya dapat dihilangkan jika ada kemauan dari institusi untuk mencapainya.
3. Zero defect merupakan standar mutu
Pada prinsip yang ketiga ini, Philip Crosby menegaskan bahwa standar kerja adalah “zero defect”, sesuatu yang sempurna tanpa cacat.
4. Pengukuran dari mutu adalah harga ketidaksesuaian dan bukan indeks.
Crosby menekankan bahwa ada harga yang harus dikeluarkan untuk setiap kesalahan yang terjadi. Harga tersebut diantaranya meliputi waktu pengecekan, pengerjaan ulang, material serta biaya pekerja yang terbuang sia-sia, pendapatan yang seharusnya dapat diterima dan biaya yang dikeluarkan karena kekecewaan yang dirasakan oleh konsumen. Selain itu, sering kali kesalahan yang terjadi juga mengakibatkan terjadinya penundaan waktu pada area kerja lain. Dalam industry jasa, Crosby memperkirakan bahwa biaya yang ditimbulkan dari kesalahan tersebut dapat mencapai 40% dari budget tahunan.

Crosby’s Fourteen steps
1. Management Commitment – inisiatif mutu haruslah diperlihatkan oleh top level manajemen, serta dikomunikasikan dalam sebuah kebijakan mutu yang singkat, jelas dan dapat dicapai.
2. The Quality Improvement Team - tim peningkatan kualitas memiliki tugas untuk mengatur serta mengarahkan program yang akan diimplementasikan melalui institusi, namun tugas untuk mengimplementasikanya merupakan tanggung jawab tim dalam masing-masing bagian.
3. Quality Measurement - pengukuran mutu diperlukan untuk mengukur ketidaksesuaian yang terjadi maupun yang akan terjadi dengan cara melakukan evaluasi dan perbaikan.
4. Cost Of Quality - biaya mutu terdiri dari biaya kesalahan, biaya kerja ulang, biaya pembongkaran, biaya inspeksi, dan biaya pemeriksaan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmQ8zyBtuZHLeFW_ePQURakKIX9ZCECsBYZUVEtD0Il3IAJhLFkKaXzdNq_1jHPOr61e79bVtRUMFHmlTZudhIBb87k_9EVahdzI1zrCJOh3xUq5YtikrH0e8MbhWH30Mb-nHbn7gd70U_/s320/aba0713l.jpg
5. Quality Awareness - merupakan langkah untuk menumbuhkan kesadaran akan setiap orang dalam institusi. Informasi mengenai program yang dilakukan untuk peningkatan kualitas haruslah dikomunikasikan.
6. Corrective Action - tindakan perbaikan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah mutu yang terjadi. Untuk menentukan masalah mana yang harus ditangani terlebih dahulu, Crosby menganjurkan untuk menggunakan aturan Pareto. Masalah besar ditangani terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan masalah-masalah lainnya.
7. Zero Defect Planning - merupakan salah satu cara untuk menyoroti proses peningkatan mutu. Program ini harus diperkenalkan dan dipimpin oleh quality improvement team yang juga bertanggung jawab terhadap implementasinya.
8. Supervisor Training - merupakan pelatihan yang diberikan agar para supervisor dapat memahami peranan mereka dalam proses peningkatan kualitas.
9. Zero Defect Day - ini merupakan kegiatan sehari penuh yang digunakan untuk memperkenalkan ide-ide tanpa cacat. Zero defect day juga merupakan bentuk komitmen manajemen terhadap metode tersebut.
10. Goal Setting - setelah diimplementasikan dibidang bisnis, langkah selanjutnya adalah mengajak karyawan dan atasan dibagian tersebut untuk menetapkan tujuan yang hendak dituju secara spesifik dan terukur.
11. Error Causal Removal - mendorong komunikasi karyawan dengan manajemen mengenai rintangan dan tantangan dalam membangun mutu.
12. Recognition - Crosby menyatakan akan pentingnya untuk memberikan apresiasi kepada mereka yang berpartisipasi dalam hal peningkatan mutu.
13. Quality Council - ini merupakan struktur institusional yang juga dianjurkan oleh Juran . Mengikut sertakan tenaga professional mutu untuk menentukan bagaimana masalah dapat ditangani dengan tepat dan baik adalah salah satu langkah penting. Bagian dari peran kualitas adalam mengawasi efektifitas program dan menjamin bahwa proses peningkatan tersebut terus menerus berlanjut.
14. Do It Over Again - program mutu merupakan proses yang dilakukan secara berkelanjutan tanpa akhir yang berarti memulai lagi dari awal dan lagi.

Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001

ems-14001

Pada saat ini hampir 3000 perusahaan di Indonesia sudah mendapatkan sertifikasi ISO, baik untuk penerapan Sistem Manajemen Mutu maupun Sistem Manajemen Lingkungan. Jumlah ini masih sangat sedikit dari potensi jumlah perusahaan (jika dilihat dari skala dan kebutuhannya) yang perlu memiliki Sistem Manajemen. Di masa datang, dalam kondisi ekonomi yang lebih baik akan lebih banyak perusahaan-perusahaan yang berupaya untuk menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan/Mutu, sebagaimana halnya dengan jumlah perusahaan bersertifikat ISO di negara-negara lain yang sudah mencapai belasan ribu. Perkembangan dan potensinya ini tidak terlepas dengan kebutuhan pasar terhadap perlunya standarisasi system manajemen pada kualitas produk (dan jasa) dan kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan.

Perkembangan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001 di Indonesia sendiri tidak terlepas dengan semakin populernya Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 pada pertengahan tahun 1990-an dan dorongan berbagai pihak terkait bahwa adopsi SML di Indonesia tidak boleh terlambat sebagaimana terjadi pada SMM. Faktor eksternal lain adalah pengelolaan lingkungan membutuhkan terobosan strategi sebagai pelengkap pendekatan penegakan hukum yang kita tahu sangat lemah di Indonesia. Kedua faktor ini mengarah pada penerapan SML di Indonesia yang cepat (bahkan ketika Standar SML 14001 masih berupa draf pada akhir tahun 1996). Walaupun pertumbuhannya kemudian terhambat dengan datangnya krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga sekarang. Selama lima tahun umur penerapan SML di Indonesia, baru kurang lebih 200 perusahaan yang telah mendapatkan sertifikat ISO 14001.

Standar Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001 2007

PERSYARATAN STANDAR SISTEM MANAJEMEN K3 - OHSAS 18001:2007
1. Ruang Lingkup

Seri persyaratan penilaian keselatan dan keselamatan kerja ini memuat persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) agar organisasi mampu mengendalikan resiko-resiko K3 dan dapat meningkatkan kinerja K3 nyq. Persyaratan ini tidak secara khusus menyatakan kriterira kinerja K3 (yang harus dipenuhi), juga tidak memberikan spesifikasi detil tentang sistem manajemen.

Standar OHSAS ini dapat diterapkan oleh organisasi yang inging:

1. Menerapkan sistem manajemen K3 untuk mengurangi atau menghilangkan resiko kecelakaan dan keselamatan terkait aktifitas organisasi pada personil dan pihak lain yang berkepentingan.

2. Menerapkan, memelihara dan terus meningkatkan sistem manajemen K3

3. Menjamin bahwa organisasi sesuai dengan kebijakan K3 yang dibuat sendiri oleh organisasi

4. Menunjukkan kesesuai dengan standar OHSAS ini dengan cara:

a. Melakukan penilaian diri sendiri dan mendeklarasikan diri sendiri (sesuai dengan standar OHSAS ini)

b. Mendapat pengakuran kesesuaian (dengan standar OHSAS ini) dari pihak-pihak yang berkepentingan seperti pelanggan.

c. Mendapat pengakuan untuk menguatkan deklarasi (point a) dari pihak ketiga.

d. Mendapatkan sertifikat sistem manajemen K3

Standar OHSAS ini dimaksudkan untuk hanya mencakup kesehatan dan keselamatan kerja, dan tidak dimaksudkan untuk mencakup area lain seperti program kesehatan karyawan (asuransi dan sebagainya), keamanan produk, kerusakan properti dan dampak lingkungan.

2. Publikasi yang menjadi acuan

Beberapa standar yang memberikan informasi atau panduan yang berkaitan dengan stndar OHSAS 18001 ini:

  • OHSAS 18002, sistem manajemen K3 - pandukan untuk penerapan OHSAS 18001
  • International Labour Organization:2001, Panduan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Istilah dan Definisi

Berikut ini adalah Istilah yang definisi yang berlaku yang digukan dalam dokumen OHSAS 18001 ini:

3.1 Resiko yang dapat diterima

Resiko yang telah diturunkan hingga menjpai tingkat yang dapat ditoleransi dengan mempertimbangkan peraturan legal dan kebijakan K3 organisasi.

3.2 Audit

Proses sistematic, independen dan terdokumentasi unutk memperleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objective untuk menentukan sejauh mana kriteria audit terpenuhi.

Catatan 1: Independen tidak berarti harus pihak dari luar organisasi. Dalam banyak kasus, khususnya di organisasi kecil, independensi dapat berarti bebas dari tanggung jawab terhadap aktifitas yang diaudit.

Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut tentang bukti audit dan kriteria audit, lihat ISO 19011.

3.3 Peningkatan berkelanjutan

Proses berulang untuk meningkatkan sistem manajemen K3 untuk mencapai peningkatan dalam kinerja K3 secara keseluruhan yang selaras dengan kebijakan K3 organisasi.

Catatan 1 Proses Peningkatan tidak perlu dilakukan di semua area secara bersamaan.

Catatan 2 Definisi diatas disadur dari ISO 14001:2004

3.4 Tindakan koreksi

Tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian atau situasi yang tidak diinginkan yang terdeteksi.

Catatan 1 Bisa saja ada lebih dari satu penyebab ketidaksesuaian.

Catatan 2: Tindakankoreksi adalah tindakan yang diambil untuk mencegah terulangnya kejadian sedangkan tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya kejadian (yang belum terjadi).

3.5 Dokumen

Informasi dan media pendukungnya.

Catatan: Media dapat berupa kerjtas, magnetik, CD, foto atau sample master atau kombiasi dari hal hal tersebut.

3.6 Bahaya (hazard)

Sumber, situasi, tindakan yang potensial menimbulkan cedera atau penyakit atau kombinasi keduanya terhadap manusia.

3.7 Identifikasi bahawa

Proses untuk mengetahui adanya bahaya dan menentukan sifat-safatnya.

3.8 Penyakit

Kondisi fisik atau mental yang meburuk yang dapat diketahui yang mucul dari dan/atau diperburuk oleh aktifitas dalam pekerjaan dan/atau situasi yang berhubungan dengan pekerjaan.

3.9 Insiden

Kejadian terkait dengan pekerjaan dimana terjadi atau dapat saja terjadi cedera atau penyakit (terlepas dari tingkat bahayanya) atau terjadinya kamatian.

Catatan 1: Kecelakaan (accident) adalah insiden yang menyebabkan cidera, penyakit atau kematian.

Catatan 2: Suatu insiden yang tidak menyebabkan cidera, penyakit atau kematian dapat disebut nyaris terjadi (near miss), nyaris terkena (near hit, near call) atau kejadian berbahaya.

Catatan 3: Suatu keadaan darurat merupakan suatu jenis insiden khusus.

3.10 Pihak-pihak terkait

Individu atau kelompok, di dalam dan diluar lokasi kerja yang berkepentingan atau yang dipengaruhi oleh kinerja K3 organisasi.

3.11 Ketidaksesuaian

Tidak terpenuhinya persyaratan

Catatan A: Ketidaksesuaian dapat berupa penyimpangan terhadap:

  • Standar kerja, prektek, prosedur, persyaratan legal yang terkait.
  • Persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3.

3.12 Keselamatan dan kesehatan kerja

Kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja (termasuk pekerja sementara dan personal kontraktor), pengunjung atau orang lain dalam lokasi kerja.

Catatan: Organisasi dapat terkena persyaratan legal tentang kesehatan dan keselamatan orang diluar tempat kerja langsung, atau yang terkena dampak dan aktifitas di tempat kerja.

3.13 Sistem Manajemen K3

Bagian dari sistem manajemen organisasi untuk membangun dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola resiko resiko K3.

Catatan1: Sistem manajemen adalah sekumpulan elemen yang berkaitan yang digunakan untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai sasaran tersebut.

Catatan 2: Sistem manajemen mencakup struktur organisasi, aktifitas perencanaan (termasuk, sebagai contoh, penilaian resiko dan penetapan sasaran), tanggung jawab, praktek-praktek, prosedur-prosedur, proses-proses dan sumber daya.

Catatan 3: Diadopsi dari ISO !$001:2004

3.14 Sasaran K3

Sasaran terkait dengan kinerja K3 yang ditetapkan organisasi untuk dicapai.

Catatan 1: Sasaran harus quantitatif sejauh memungkinkan.

Catatan 2: Klausul 4.3.3 mensyaratkan bahwa sasaran K3 konsisten dengan kebijakan K3.

3.15 Kinerja K3

Hasil terukur dari pengelolaan organisasi terhadap resiko-resiko K3.

Catatan 1: Pengukuran Kinerja K3 mencakup pengukuran dan efektifitas dari pengendalian yang dilakukan organisasi.

Catatan 2:Dalam konteks sistem manajemen K3, hasil dapat diukur terhadap kebijakan K3, Sasaran K3 dan persyaratan kinerja K3 yang lain.

3.16 Kebijakan K3

Arahan yang bersifat menyeluruh bagi organisasi terkait dengan kinerja K3 dan secara formal diungkapkan oleh manajemen puncak.

Catatan1: Kebijakan K3 memberi kerangka untuk melakukan tindakan dan untuk menetapkan sasaran K3.

3.17 Organisasi

Perusahaan, korporasi, firma, kelompok perusahaan, lembaga, instituis atau kombinasi dari hal tersebut, kelompok atau bukan, publik ataupun pribadi yang mempunyai fungsi dan adminsitrasi sendir.

Catatan: Untuk organisasi dengan lebih dari satu unit operasi, unit operasi tunggal dapat disebut sebagai organisasi.

3.18 Tindakan Pencegahan

Tindakan untuk menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian yang potensial terjadi atau situasi atau kondisi yang tidak diinginkan yang potensial terjadi.

Catatan 1: Penyebab ketidak sesuaian potensial bisa saja lebih dari 1

Catatan 2: Tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya suatu kejadian (yang belum terjadi) sedang tindakan koreksi diambil untuk mencegah terulangnya kejadian (yang sudah terlanjur terjadi).

3.19 Prosedur

Cara untuk melakukan aktifitas atau untuk melakukan proses.

3.20 Catatan

Dokumen yang yang menggambarkan hasil yang dicapai dari aktifitas yang dilakukan atau menggambarkan bukti dari aktifitas yang dilakukan.

3.21 Resiko

Kombinasi dari tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang berbahaya atau yang mengakibatkan bahaya dan tingkat keparahan dari cedera atau penyakit yang diakibatkan.

3.22 Penialian resiko

Proses untuk mengavaluasi resiko yang muncul dari suatu bahaya, dengan mempertimbangkan kelayakan kontrol yang ada, dan memutuskan apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak.

3.23 Area kerja

Suatu lokasi fisik dimana aktifitas terkait dengan pekerjaan dilakukan dibawah kontrol organisasi.

Catatan: Untuk menentukan mana yang termasuk ‘area kerja', organisasi perlu mempertimbangkan dampak K3 terhadap personil yang, misalnya, melakukan perjalanan atau transit (mengemudi, melakukan perjalan dengan pesawat terbang, kapal laut ataupun kerena), bekerja di tempat klien atau pelanggan, bekerja dirumah.

4.1 Persyaratan Umum

Organisasi haris menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memeliharai dan meningkatkan secara berkelanjutan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sesuai dengan persyaratan standar OHSAS ini dan menentukan bagaimana sistem tersebut memenuhi persyaratan ini.

Organisasi harus menentukan dan mendokumentasikan lingkup sistem manajemen K3-nya.

4.2 Kebijakan K3

Manajemen puncak harus menetapkan dan mengesahkan kebijakan K3 dan menjamin bahwa kebijakan tersebut:

a. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 yang ada di organisasinya masing-masing

b. Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan dan berkurangnya kesehatan secara berkelanjutan meningkatkan sistem manajemen K3 dan kinerja K3.

c. Mencakup komitmen untuk paling tidak sesuai persyaratan legal yang berlakudan dengan persyaratan lain

d. Memberi kerangka untuk penetapan dan peninjauan sasaran K3;

e. Di dokumentasikan, diterapkan dan dipelihara

f. Di komunikasikan ke semua orang yang bekerja dibawah kontrol organisasi agar mereka menyadari kewajiban individual mereka terkait K3;

g. Terbuka bagi pihak-pihak yang berkepentingan; dan

h. Di tinjau secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan tepat bagi organisasi

4.3 Perencanaan

4.3.1 Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penetapan kontrol

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur-prosedure untuk identifikasi bahaya secara berkelanjutan, penilaian resiko dan penentuan kontrol-kontrol yang diperlukan.

Prosedur-prosedur untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus mempertimbangkan:

a. Aktifitas rutin dan non-rutin

b. Aktifitas dari semua orang yang mempunyai akses ke lokasi kerja (termasuk kontraktor dan pengunjung)

c. Perilaku orang, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya.

d. Bahaya yang telah teridentifikasi yang berasal dari luar lokasi kerja yang dapat merugikan kesehatan dan keselamatan orang-orang di lokasi kerja.

e. Bahaya bagi lingkungan sekitar lokasi kerja yang dihasilkan oleh aktifitas-aktifitas dari lokasi kerja

Catatan 1: Lebih tepat bila bahaya seperti diatas dinilai sebagai aspek lingkungan.

f. Infrastruktur, peralatan dan material di lokasi kerja, baik yang dihasilkan oleh organisasi maupun oleh pihak lain;

g. Perubahan-perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, aktifitas atau material.

h. Perubahan dari sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara dan akibat dari perubahan tersebut bagi operasi, proses dan aktifitas;

i. Semua persyaratan legal terkait dengan penilaian resiko dan penerapan kontrol yang diperlukan;

j. Rancangan area kerja, proses, instalasi, peralatan, prosedur operasional dan pengaturan kerja, termasuk penyesuaiannya dengan kemampuan manusia

Metodologi untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus:

a. Ditentukan lingkupnya, sifatnya, waktunya untuk menjamin agar identifikasi bahaya dan penilaian resiko dilakukan secara pro-aktif, bukan reactif; dan

b. Memberi panduan untuk identifikasi, prioritasisasi dan dokumentasi resiko, dan penerapan kontrol dengan layak.

Untuk mengatur perubahan, organisasi harus mengidentifikasi bahaya K3 dan resiko K3 yang berhubungan dangan perubahan-perubahan dalam organisasi, sistem manajemen atau aktifitas sebelum perbuahan-perubahan tersebut diberlakukan.

Organisasi harus menjamin bahwa hasil dari penilaian dipertimbangkan dalam menentukan kontrol.

Ketika menentukan kontrol, atau ingin merubah kontral yang sudah ada, harus dipertimbangkan untuk menurunkan resiko menurut hirarki sebagai berikut:

a. Penghilangan

b. Penggantian

c. Kontrol secara teknis

d. Pemberian tanda dan/atau kontrol administatif

e. Pemakaian peralatan pelindung

Organisasi harus mendokumentasikan hasil dari identifikasi bahaya, penilaian resiko dan kontrol yang ditentukan dan menjaga dokumentasi tersebut tetap up-to-date.

Organisasi harus menjamin agar resiko K3 dan kontrol yang telah ditentukan dipertimbangkan dalam menngembangkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3.

Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut mengenai identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penentuan kontrol, lihat OHSAS 18002.

4.3.2 Persyaratan Legal dan Persyaratan Lainnya.

Oerganisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan-persyaratan legal K3 dan lainnya yang berlaku bagi organisasi masing masing.

Organisasi harus menjamin agar persyaratan-persyaratan tersebut dipertimbangkan dalam menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3-nya.

Organisasi harus menjaga agar informasi tersebut (persyaratan-persyaratan K3) tetap up-to-date.

Organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang relevan terkait persyaratan-persyaratan K3 tersebut kepada personil-personil yang bekerja dalam kontrol organisasi dan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan.

4.3.3 Sasaran dan Program

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara sasaran terkokumentasi yang terdokumentasi, pada fungsi-fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi.

Sasaran harus terukur, sejauh memungkinkan, dan konsisten dengan kebijakan K3, termasuk komitmen untuk mencegah terjadinya luka atau masalah kesehatan, untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lainnya yang berlaku dan untuk peningkatan berkelanjutan.

Saat menentukan dan meninjau sasaran, organisasi harus mempertimbangkan persyaratan-persyaratan legal dan persyaratan lainnya dan resiko-resiko K3. Organisasi juga harus mempertimbangkan pilihan-pilihan teknologi yang tersedia, masalah finansial, operasioan dan persyaratan-persyaratan bisnis, dan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara program-program untuk mencapai sasaran. Minimal, program harus mencakup:

a. Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk mencapai sasaran-sasaran pada fungsi-fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi, dan

b. Cara dan kerangka waktu sasaran tersebut akan dicapai.

Program-program harus ditinjau secara berkala pada interval yang terencana, harus di sesuaikan bila diperlukan untuk menjamain sasaran-sasaran tersebut dapat tercapai.

4.4 Penerapan dan operasi

4.4.1 Sumber daya, peranan, tanggung jawab, akuntabilitas dan kewenangan.

Manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab tertinggi untuk K3 dan sistem manajemen K3.

Manajemen puncak harus menunjukkan komitmennya dengan cara:

a. Menjamin tersedianya sumber daya yang penting untuk menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3.

Catatan 1: Sumber daya mencakup sumber daya manusia dan skil khusus, infrastruktur, teknologi dan finansial.

b. Menentukan peranan, mengalokasikan penanggung jawab dan akuntabilitas, dan mendelegasikan kewenangan untuk memfasilitasi manajemen K3. Peranan, tanggung jawab dan akuntabilitas, dan kewenangan harusdikokumnetasikan dan dikomunikasikan.

Organisasi harus menunjuk anggota dan manajemen puncak dengan tanggung khusus untuk K3, yang mempunyai peranan dan tangung jawab untuk (diluar tanggung jawab lainnya):

a. Menjamin bahwa sistem manajemen K3 ditetapkan, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan standar OHSAS ini.

b. Menjamin agar laporan-laporan terkait kinerja sistem manajemen K3 di berikan kepada manajemen puncak untuk ditinjau dan digunakan sebagai dasar peningkatan sistem manajemen K3.

Catatan 2: Manajemen puncak yang ditunjuk (dalam organisasi besar, misalnya, anggota komite eksekutif atau dewan eksekuit) dapat mendelegasikan tugas-tugas mereka kepada wakil manajemen di bawah mereka dengan tetap mempertahankan akuntabilitas.

Identitas dari manajemen puncak yang ditunjuk harus dapat diketahui oleh semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi.

Semua yang mempunyai tanggung jawab manajemen harus menunjukkna komitmen mereka untuk peningkatan secara berkelanjutan kinera K3.

Orgnisasi harus menjamin agar orang-orang di lokasi kerja mengambil tanggung jawab terhadap aspek-aspek K3 yang berada dalam kontrol mereka dan taat kepada persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku.

4.4.2 Kompetensi, pelatihan dan kesadaran

Organisasi harus menjamin agar semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi, yang melakukan pekerjaan yang dapat berdampak kepada K3 adalah orang-orang yang berkompeten dilihat dari pendidikan, pelatihan atau pengalaman. Organisasi harus menyimpan catatan-catatan terkait kompetensi tersebut.

Organisasi harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan terkait dengan resiko K3 dan terkait sistem manajemen K3. Organisasi harus memberikan pelatihan atau tindakan lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengevaluasi efektifitasnya dan menyimpan catatan-catatan terkait.

Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk membuat orang-orang yang bekerja di bawah kontrol organsiasi sadar akan:

a. Konsekwensi K3, baik aktual maupun potensial dari aktifitas dan perilaku mereka dan keuntungan yang diperoleh dari peningkatan kinerja personal.

b. Peranan dan tanggung jawab serta pentingnya mencakai kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur-prosedur K3 dan dengan persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3, termasuk persyaratan mengenai kesiapan dan tanggap darurat.

c. Konsekwensi potensial bila mengabaikan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.

Prosedur pelatihanharus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dalam hal:

a. Tanggung jawab, kemampuan, bahasa dan tulisan

b. Resiko

4.4.3 Komunikasi, partisipasi dan konsultasi

4.3.1 Komunikasi

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:

a. Komunikasi internal antara berbagai tingkatan dan fungsi dalam organisasi

b. Komunikasi dengan kontraktor dan pengunjung lokasi kerja lain.

c. Menerima, mendokumentasi dan menanggapi komunikasi yang relevan dari pihak-pihak luar yang berkepentingan

4.3.2 Partisipasi dan konsultasi

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:

a. Partisipasi para pekerja melalui:

  • Keterlibatan yang cukup dalam identifikasi bahaya, penilaian resiko dan dalam penetapan kontrol
  • Keterlibatan yang cukup dalam investigasi kecelakaan
  • Keterlibatan dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan dan sasaran K3.
  • Konsultasi bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka
  • Keterwakilan dalam urusan-urusan menyangkut K3

b. Konsultasi dengan kontraktor bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka.

Organisasi harus menjamin bahwa, bila dianggap perlu, pihak-pihak luar yang berkepentingan dan relevan dikonsultasikan mengenai hal-hal terkait dengan K3.

4.4.4 Dokumentasi

Dokumentasi sistem manajemen K3 harus mencakup:

a. Kebijakan dan sasaran K3

b. Penjelasan tentang lingkup sistem manajemen K3

c. Elemen-elemen utama sistem manajemen K3 dan interaksinya, dan acuan-acuan dokumennya.

d. Dokumen, termasuk catatan, yang diperlukan oleh standar K3 ini.

e. Dokumen, termasuk catatan, yang dianggap perlu oleh organisasi untuk menjamin perencanaan, operasi dan kontrol proses yang efektif terkait dengan manajemen dan resiko K3.

Catatan: Penting sekali bahwa dokumentasi proporsional dengan kompleksitas, bahaya dan resiko yang ada, dan dijaga agar minimal, seperlunya untuk efektifitas dan efisiensi.

4.4.5 Pengendalian dokumen

Dokumen yang diperlukan oleh sistem manajemen K3 dan oleh standar OHSAS ini harus dikontrol. Catatan adalah type khusus dokumen dan harus dikontrol sesuai dengan klausul 4.5.4.

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:

a. Penyetujuan kelayakan dokumen sebelum diterbitkan

b. Peninjauan dan pembaharuan bila diperlukan dan penyetujuan ulang

c. Menjamin bahwa perubahan dan status revisi terbaru dokumen teridentifikasi (diketahui)

d. Menjamin bahwa versi yang relevandari dokumen yang berlaku tersedia di lokasi penggunaan

e. Menjamin bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan dikenali dengan mudah

f. Menjamin bahwa dokumen yang berasal dari luar, yang ditentukan oleh organisasi perlu untuk perencanaan dan operasi sistem manajemen K3-nya, diidentifikasi dan distribusinya dikontrol

g. Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan dokumen-dokumen yang kadaluarsa dan melakukan penandaan dengan cara yang tepat bila dokumen kadaluarsa tersebut di simpan untuk tujuan tertentu.

4.6 Kontrol operasional

Organisasi harus menentukan operasi dan aktifitas yang terkait dengan bahaya-bahaya yang telah teridentifiasi,. Semua operasi dan aktifitas tersebut memerlukan kontrol untuk penanganan resiko K3. Perubahan-perubahan terhadap aktifitas dan operasi tersebut juga harus diatur.

Untuk operasi dan aktifitas tersebut, organisasi harus menerapkan dan memelihara:

a. Kontrol operasional yang dapat diterapan. Organisasi harus mengintegrasikan kontrol operasional dalam sistem manajemen K3 secara keseluruhan.

b. Kontrol terkait dengan barang-barang, peralatan dan jasa yang dibeli,

c. Kontrol terkait kontraktor dan pengunjung lain ke lokasi kerja

d. Prosedur terdokumentasi, diperlukan bila dianggap bahwa ketiadaan prosedur dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3,

e. Kriteria operasi, bila dianggap bahwa ketiadaan kriteria dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3.

4.4.7 Kesiapan dan tanggap darurat

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur

a. Untuk mengidentifikasi situasi darurat yang potensial

b. Untuk menanggapi situasi darurat tersebut

Organisasi harus tanggap terhadap situasi darurat aktual dan mencegah atau mengurangi konsekwensi K3 yang merugikan.

Dalam merencanakan tanggap darurat organisasi harus mempertimbangkan pihak-pihak terkait yang relevan, seperti layanan darurat dan tetangga.

Organisasi juga harus menguji prosedur tanggap darurat secara berkalai dengan, bila memungkinkan, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan.

Organisasi harus meninjau prosedur tersebut secara berkala dan melakukan perubahan-perubahan bila diperlukan, khususnya setelah pengujian prosedur dan setelah terjadinya situasi darurat (lihat 4.5.3)

4.5 Pemeriksaan

4.5.1 Pengukuran dan pemantauan kinerja

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur tersebut harus memberi aturan tentang:

a. Ukuran qualitative dan quantitatie yang sesuai dengan kebutuhan organisasi

b. Pemantauan tingkat pencapaian sasaran K3

c. Pemantauan efektifitas dari kontrol (baik untuk kesehatan maupun keselamatan)

d. Ukuran kinerja yang bersifat proaktif yang memantau kesesuaian dengan program-program K3, kontrol dan kriteria operasional

e. Ukuran kinerja yang bersifat reaktif yang memantau kondisi kesehatan yang buruk, insiden (termasuk kecelakaan dan ‘nyaris kecelakaan', dll.) dan bukti-bukti historis lain tentang kurang baiknya kinerja K3

f. Pencatatan data dan hasil dari pemantauan dan pengukuran yang cukup untuk dijadikan bahan analisa tindakan koreksi dan pencegahan selanjutnya.

Jika diperlukan peralatan untuk melakukan pemantauan atau pengukuran kinerja, organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengkalibras dan memelihara peralatan tersebut dengan layak. Catatan kalibrasi dan pemeliharaan dan hasilnya harus disimpan.

4.5.2 Evaluasi kesesuaian

4.5.2.1 Konsistem dengan komitmen organisasi untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lian terkait K3, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal K3 secara berkala (lihat 4.3.2)

Organisasi harus menyimpan catatan-catatan hasil dari evaluasi berkala tersebut.

Catatan: frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap perayratan legal K3.

4.5.2.2 Organisasi harus mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan K3 lain yang berlaku bagi organisai (lihat 4.3.2). Organisasi dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kesesuaian terhadap persyaratan legal yang disebut dalam klausul 4.5.2.1 atau membuat prosedur yang terpisah.

Organisasi harus menyimpat catatan hasil evaluasi.

Catatan: Frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap persyaratan

4.5.3 Investigasi insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan

4.5.3.1 Investigasi insiden

Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mencatat, menginvestigasi dan menganalisa insiden untuk:

a. Menentukan ketidaklayakan K3 yang menjadi penyebab dan faktor lain yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi terjadinya insiden.

b. Mengidentifikasi kebutuhan tindakan koreksi

c. Mengidentifikasi peluang untuk tindakan pencegahan

d. Mengkomunikasikan hasil dari investigasi.

e. Investigasi harus dilakukan tepat waktu.

Setiap kebutuhan tindakan koreksi atau peluang untuk tindakan pencegahan harus ditangani sesuai dengan klausul 4.5.3.2

4.5.3.2 Ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk menangani ketidaksesuaian aktual dan potensial dan untuk melakukan tindakan koreksi dan tindakan pencegahan. Prosedur harus menetapkan aturan untuk:

a. Mengidentifikasi dan mengkoreksi ketidaksesuaian dan melakukan tindakan untuk meminimalkan konsekwensi K3.

b. Menginvestigasi ketidaksesuaian, menentukan penyebab-penyebabnya dan melakukan tindakan untuk menghindari terulangnya kejadian.

c. Mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah ketidaksesuaian dan menerapkan tindakan yang layak untuk menghindari kejadian.

d. Mencatat dan mengkomunikasikan hasil tindaka koreksi dan tindakan pencegahan.

e. Meninjau efektifitas tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil.

Bila dalam tindakan koreksi dan tindakan pencegahan teridentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya yang berubah atau dibutuhkan kontrol baru atau perubahan kontrol, prosedur harus mensyaratkan agar penilaian resiko dilakukan sebelum tindakan diterapkan.

Tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil untuk menhilangkan penyebab dari ketidaksesuaian aktuan dan potensial harus layak sesuai dengan tingkat permasalahan dan sepadan dengan resiko K3 yang dihadapi.

Organisasi harus menjamin agar setiap perubahan yang terjadi karena dilakukannya tindakan koreksi dan tindakan pencegahan disertai dengan perubahan dokumentasi sistem manajemen K3 yang diperlukan.

4.5.4 Pengendalian catatan

Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan-catatan yang diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3 organisasi dan terhadap standar OHSAS ini, dan untuk menunjukkan hasil-hasil yang dicapai.

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi, menyimpan, melindungi, mengakses dan membuang catatan.

Catatan harus dijaga agar tetap dapat terbaca, dapat diidentifikasi dan ditelusuri.

4.5.5 Audit internal

Organisasi harus menjamin agar audit internal terhadap sistem manajemen K3 dilakukan berkala dan terencana untuk:

a. Menentukan apakan sistem manajemen K3:

a. Sesuai dengan pengaturan sistem K3 yang telah direncanakan dan dengan persyaratan standar OHSAS ini.

b. Telah diterapkan dengan tepat dan dipelihara, dan

c. Efektif memenuhi sasaran dan kebijakan organisasi.

b. Memberikan informasi hasil audit kepada manajemen.

Program audit harus direncanakan, ditetapkan, diterapkan dan dipelihara oleh organisasi, didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktifitas-aktifitas organisasi dan pada hasil audit sebelumnya.

Prosedur audit harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara, mencakup:

a. Tanggung jawab, kompetensi dan syarat-syarat dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil audit dan penyimpanan catatan terkait.

b. Penentuan kriteria audit, lingkup, frekwensi dan metoda.

Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus menjamin objektifitas dan impartiality (tidak berat sebelah) proses audit.

4.6 Tinjauan manajemen

Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen K3 pada interval yang terencana, untuk menjamin kecocokan sistem, kelayakan dan efektifitas. Peninjauan harus mencakup penilaian peluang untuk peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem manajemenK3, termasuk kebijakan K3 dansasaran K3. Catatan tinjauan manajemen harus dipelihara.

Masukan tinjauan manajemen harus mencakup:

a. Hasil audit internal dan hasil dari evaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal dan persyaratan lain yang berlaku.

b. Hasil dari partisipasi dan konsultasi (lihat 4.4.3)

c. Komunikasi relevan dengan pihak luar yang berkepentingan, termasuk keluhan,

d. Kinerja K3 organisasi,

e. Tingkat pencapaian sasaran

f. Status investigasi insiden, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan,

g. Tindaklanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya,

h. Hal-hal yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan legal dan persyaratan lain terkait K3, dan

i. Usulan-usulan untuk peningkatan.

Hasil dari tinjauan manajemen harus konsisten dengan komitmen organisasi untuk peningkatan berkelanjutan dan harus mencakup keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan terkait kemungkinan perubahan dalam hal:

a. Kinerja K3,

b. Sasaran dan kebijakan K3,

c. Sumberdaya, dan

d. Elemen-elemen lain dari sistem manajemen K3.

Hasil yang relevan dari tinjauan manajemen harus tersedia (dapat diakses) untuk proses komunikasi dan konsultasi (lihat 4.4.3)

SIKLUS DEMING (Plan-Do-Check-Act Cycle/PDCA)

Siklus Deming


W. Edwards Deming pada tahun 1950 mengusulkan bahwa proses bisnis harus dianalisis dan diukur untuk mengidentifikasi sumber variasi yang menyebabkan produk menyimpang dari persyaratan pelanggan. Dia merekomendasikan bahwa proses bisnis ditempatkan dalam sebuah loop umpan balik terus menerus sehingga manajer dapat mengidentifikasi dan mengubah bagian-bagian dari proses yang membutuhkan perbaikan. Sebagai guru, Deming menciptakan diagram (agak disederhanakan) untuk menggambarkan proses yang berkesinambungan, umumnya dikenal sebagai siklus PDCA Plan, Do, Check, Act *:

  • RENCANA: Desain atau merevisi komponen proses bisnis untuk meningkatkan hasil
  • DO: Melaksanakan rencana dan mengukur kinerjanya
  • PERIKSA: Menilai pengukuran dan melaporkan hasilnya kepada pengambil keputusan
  • ACT: Tentukan perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan proses

Siklus Deming PDCA dapat digambarkan sebagai berikut:

Plan-Do-Check-Act

Deming adalah fokus pada proses produksi industri, dan tingkat perbaikan yang dicari berada di tingkat produksi. Pada perusahaan pasca-industri modern, jenis-jenis perbaikan masih dibutuhkan tetapi driver kinerja nyata sering terjadi pada tingkat strategi bisnis. Penyebaran strategis adalah proses yang lain, tetapi memiliki relatif lebih lama-panjang variasi karena perusahaan besar tidak dapat mengubah secepat unit usaha kecil. Namun, inisiatif strategis dapat dan harus ditempatkan dalam loop umpan balik, lengkap dengan pengukuran dan perencanaan terkait dalam siklus PDCA. Untuk menggambarkan hubungan proses unit bisnis untuk proses strategis, kita dapat membangun dua siklus PDCA bersarang:

Loop ganda

Ini 'roda dalam roda "menggambarkan hubungan antara manajemen strategis dan manajemen unit bisnis di sebuah perusahaan besar. Sebenarnya ada beberapa unit bisnis yang terpisah, tentu saja, masing-masing dengan mengatur sendiri metrik, tujuan, target dan inisiatif. Namun angka ini menggambarkan gagasan bahwa aktivitas bisnis merupakan bagian dari upaya DO strategis secara keseluruhan.
* Catatan: Siklus PDCA sebenarnya awalnya dikembangkan oleh Walter A, Shewhart, Bell Laboratories ilmuwan yang adalah teman Deming dan mentor, dan pengembang Statistical Process Control (SPC) pada akhir tahun 1920. Jadi kadang-kadang ini disebut sebagai "Siklus Shewhart". Ada juga beberapa variasi baru pada konsep ini. Lihat The Man Who Kualitas Ditemukan oleh A. Gabor, Penguin Books, 1990.

SERVQUAL

SERVQUAL adalah suatu kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. Cara ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas jasa. Dengan kuesioner ini, kita bisa mengetahui seberapa besar celah (gap) yang ada di antara persepsi pelanggan dan ekspektasi pelanggan terhadap suatu perusahaan jasa. Kuesioner SERVQUAL dapat diubah-ubah (disesuaikan) agar cocok dengan industri jasa yang berbeda-beda pula (misalnya bank, restoran, atau perusahaan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar